Pendidikan adalah salah satu alat penguatan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus juga dijadikan prioritas dalam pembangunan. Baik itu pendidikan formal maupun informal. Tanpa pendidikan yang layak dari segi kualitas tentu akan turut mempengaruhi menurunnya kualitas suatu bangsa. Dalam konteks bernegara, maju mundur pendidikan sepenuhnya adalah tanggungjawab pemerintah.
Mengingat pentingnya pendidikan, kemudian muncullah inisiatif untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan dan menyebarluaskan pendidikan. Terutama pendidikan informal. Salah satunya yakni pembuatan rumah baca komunitas warga. Rumah baca menjadi sebuah cara yang baik untuk mendekatkan pendidikan di keseharian warga. Sudah terbukti bahwa rumah baca mampu menarik minat masyarakat dari kalangan tua, muda hingga anak-anak dalam membaca maupun menulis.
Di Indonesia sendiri telah ribuan rumah baca digagas oleh berbagai komunitas dan berdampak positif. Lalu bagaimana dengan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur? Rumah baca terbilang minim dari segi kuantitas. Sejauh ini yang mengemuka hanya ada dua yakni satu di Sumba Timur dan satu di Sumba Barat Daya. Tentu ini menjadi tantangan untuk makin memperbanyak ruang belajar rakyat terutama anak-anak di Sumba. Seperti kita ketahui bersama, masih banyak warga Sumba yang sulit memperoleh akses pendidikan yang baik, secara kualitas maupun kuantitas.
Oleh karena itu, komunitas perantau asal Sumba di Jakarta menginisiasi untuk pembuatan rumah baca “Peka Oli”. Rumah baca ini rencananya akan dibuat di Kampung Laikaniki, Wailolung-Desa Anajiaka, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Sumba Tengah. Nama “Peka Oli” berasal dari bahasa Humba/Huba Anakalang yang berarti menyampaikan, memberitakan, mewartakan ilmu kepada sesama. Hingga saat ini, proses untuk pembentukan tim pengelola dan relawan di kampung telah dirampungkan. Proses yang sedang berjalan yakni penggalangan buku, pengiriman, pelatihan pengelola rumah baca komunitas hingga penyiapan infrastruktur lainnya. Targetnya pada akhir April 2015, aktivitas rumah belajar sudah dimulai secara rutin.
Proses penggalangan buku dilakukan secara swadaya oleh warga Sumba maupun non Sumba. Begitupun dalam proses pengirimannya. Harapannya, proses ini akan berjalan lancer dan kerinduan warga di kampung untuk menikmati rumah baca akan segera terwujud.
Mengingat pentingnya pendidikan, kemudian muncullah inisiatif untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan dan menyebarluaskan pendidikan. Terutama pendidikan informal. Salah satunya yakni pembuatan rumah baca komunitas warga. Rumah baca menjadi sebuah cara yang baik untuk mendekatkan pendidikan di keseharian warga. Sudah terbukti bahwa rumah baca mampu menarik minat masyarakat dari kalangan tua, muda hingga anak-anak dalam membaca maupun menulis.
Di Indonesia sendiri telah ribuan rumah baca digagas oleh berbagai komunitas dan berdampak positif. Lalu bagaimana dengan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur? Rumah baca terbilang minim dari segi kuantitas. Sejauh ini yang mengemuka hanya ada dua yakni satu di Sumba Timur dan satu di Sumba Barat Daya. Tentu ini menjadi tantangan untuk makin memperbanyak ruang belajar rakyat terutama anak-anak di Sumba. Seperti kita ketahui bersama, masih banyak warga Sumba yang sulit memperoleh akses pendidikan yang baik, secara kualitas maupun kuantitas.
Oleh karena itu, komunitas perantau asal Sumba di Jakarta menginisiasi untuk pembuatan rumah baca “Peka Oli”. Rumah baca ini rencananya akan dibuat di Kampung Laikaniki, Wailolung-Desa Anajiaka, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Sumba Tengah. Nama “Peka Oli” berasal dari bahasa Humba/Huba Anakalang yang berarti menyampaikan, memberitakan, mewartakan ilmu kepada sesama. Hingga saat ini, proses untuk pembentukan tim pengelola dan relawan di kampung telah dirampungkan. Proses yang sedang berjalan yakni penggalangan buku, pengiriman, pelatihan pengelola rumah baca komunitas hingga penyiapan infrastruktur lainnya. Targetnya pada akhir April 2015, aktivitas rumah belajar sudah dimulai secara rutin.
Proses penggalangan buku dilakukan secara swadaya oleh warga Sumba maupun non Sumba. Begitupun dalam proses pengirimannya. Harapannya, proses ini akan berjalan lancer dan kerinduan warga di kampung untuk menikmati rumah baca akan segera terwujud.
Komunitas Rantau dan Ruh Humba/Huba
Apa yang kita bisa kita berikan untuk Sumba? Dalam Bahasa Huba Anakalang Gana Napa Woda Huba yang artinya apa yang kita bisa berikan buat kampung halaman kita (Humba/Huba). Nasihat lokal ini mendorong kami—beberapa anak muda—yang kebetulan merantau di Jakarta untuk menginisiasi gerakan ajakan “Bakti untuk Humba/Huba”. Gerakan ini percaya pada kearifan, “Sesibuk apapun kita di rantau, adalah omong kosong bila tidak ada secuil waktu berbagi untuk kampung halaman”.
Kami percaya bahwa banyak orang Sumba di perantauan atau orang yang pernah ke dan tinggal di Sumba punya kerinduan berbagi pada Sumba. Oleh karenanya perlu ada orang atau komunitas yang mendinamiskan suatu wadah untuk tempat berbagi. Sampai saat ini, komunitas ini tidak mempunyai nama. Kami hanya disatukan oleh ruh yang sama yakni Humba/Huba.
Gerakan ini tidak ada urusan dengan Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat atau Sumba Barat Daya. Kami tahu itu hanya daerah administrasi semata, dan gerakan Humba ini tidak diletakkan pada kotak-kotak wilayah administrasi tersebut. Misalnya, kali ini perpustakaan dibuat di daerah Sumba Tengah, maka orang Sumba lain yang kebetulan tinggal di daerah administrasi lain tidak bisa atau tidak boleh berkontribusi. Semua yang merasa Humba dan percaya bahwa daerah administrasi tidak boleh jadi penghapus sejarah masa silam Humba/Huba (yang bersaudara) bisa berkontribusi sesuai kemampuan masing-masing.
Selain membuat rumah baca, gerakan ini juga akan mengajak berbagai lapisan masyarakat untuk menemu-kembali dan melestarikan nilai-nilai budaya Humba/Huba yang positif. Mari sisihkan waktu “Bakti untuk Humba/Huba”. Salam Humba/Huba tanpa Timur, Tengah, Barat, Barat Daya. Bangga Jadi Humba/Huba
Kontributor:
Fredy Umbu Bewa Guty
Apa yang kita bisa kita berikan untuk Sumba? Dalam Bahasa Huba Anakalang Gana Napa Woda Huba yang artinya apa yang kita bisa berikan buat kampung halaman kita (Humba/Huba). Nasihat lokal ini mendorong kami—beberapa anak muda—yang kebetulan merantau di Jakarta untuk menginisiasi gerakan ajakan “Bakti untuk Humba/Huba”. Gerakan ini percaya pada kearifan, “Sesibuk apapun kita di rantau, adalah omong kosong bila tidak ada secuil waktu berbagi untuk kampung halaman”.
Kami percaya bahwa banyak orang Sumba di perantauan atau orang yang pernah ke dan tinggal di Sumba punya kerinduan berbagi pada Sumba. Oleh karenanya perlu ada orang atau komunitas yang mendinamiskan suatu wadah untuk tempat berbagi. Sampai saat ini, komunitas ini tidak mempunyai nama. Kami hanya disatukan oleh ruh yang sama yakni Humba/Huba.
Gerakan ini tidak ada urusan dengan Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat atau Sumba Barat Daya. Kami tahu itu hanya daerah administrasi semata, dan gerakan Humba ini tidak diletakkan pada kotak-kotak wilayah administrasi tersebut. Misalnya, kali ini perpustakaan dibuat di daerah Sumba Tengah, maka orang Sumba lain yang kebetulan tinggal di daerah administrasi lain tidak bisa atau tidak boleh berkontribusi. Semua yang merasa Humba dan percaya bahwa daerah administrasi tidak boleh jadi penghapus sejarah masa silam Humba/Huba (yang bersaudara) bisa berkontribusi sesuai kemampuan masing-masing.
Selain membuat rumah baca, gerakan ini juga akan mengajak berbagai lapisan masyarakat untuk menemu-kembali dan melestarikan nilai-nilai budaya Humba/Huba yang positif. Mari sisihkan waktu “Bakti untuk Humba/Huba”. Salam Humba/Huba tanpa Timur, Tengah, Barat, Barat Daya. Bangga Jadi Humba/Huba
Kontributor:
Fredy Umbu Bewa Guty